BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Korupsi
merupakan fenomena yang selalu menarik perhatian dan kajian karena terkait
dengan banyaknya penelitian yang menunjukkan adanya dampak negatif dari
korupsi. Korupsi di lembaga-lembaga
publik tidak hanya mengganggu anggaran negara, tapi juga melenyapkan
dana masyarakat secara signifikan, akibatnya korupsi menghambat berkembangnya
pasar, meningkatkan harga, menurunkan persaingan, merusak tatanan hukum yang
ada,serta memperlemah fondasi ekonomi suatu bangsa.
Penelitian
tentang korupsi menjadi penting. Karena Indonesia selama ini termasuk salah
satu negara dengan angka korupsi yang paling tinggi di dunia. Oleh karena itu,
setiap inisiatif dalam memerangi korupsi menjadi penting untuk di cermati
sebagai penanda bahwa pada kenyataanya perang melawan korupsi itu telah dan
terus berlangsung. Praktik korupsi tidak lagi hanya sebatas kejahatan
struktural dan pelanggaran moral, tapi lebih dari itu, korupsi telah
menciptakan banalitas korupsi atau menjadikan korupsi sebagai sesuatu yang
wajar, biasa, bahkan menjadi prinsip penggerak kehidupan sehari-hari. Korupsi
telah mengakar dan cenderung di terima oleh masyarakat banyak. Saaat ini telah
muncul situasi tidak adanya budaya malu untuk melakukan korupsi, serta salah persepsi
dan salah pengertian akan dampak negatif korupsi terhadap perkembangan politik,
ekonomi dan sosial.
1.2 Batasan Masalah
Didalam pembuatan karya tulis ini, penulis
akan membahas mengenai defenisi korupsi, motif dalam melakukan korupsi, proses
terjadinya korupsi hingga dampak yang ditimbulkan dari korupsi. Penulis juga
akan membahas mengenai beberapa masalah dari tindakan korupsi seperti :
a.
Gambaran tentang korupsi dan solusinya
b.
Kendala dalam penanganan korupsi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori dan Konsep Masalah Korupsi
1. Pengertian
dan Teori Korupsi
Secara umum, korupsi merupakan suatu perbuatan
yang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan sendiri. Dan bisa diartikan
sebagai tindakan yang merusak secara keseluruhan kepercayaan masyarakat kepada
si pelaku korupsi, yang bahkan juga bisa menghancurkan seluruh sendi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Dan korupsi ibarat bayangan yang akan selalu
mengikuti kemana pun subyek kekuasaaan berada , dimana ada wewenang dan
kekuasaaan , maka korupsi akan berda tidak jauh dari situ. Seiring dengan di
mulainya kebijakan desentralisasi, maka jumlah pengungkapan kasus dugaaan korupsi di daerah juga semakin
meningkat. Dan masih banyak kasus yang tidak di proses dengan sebenarnya dan
seadil-adilnya. Banyak faktor yang melingkupi di dalamnya, antara lain
melibatkan unsur kepolisian , kejaksaan, dan pengadilan, yang ujung-ujungnya di
tentukan oleh uang. Proses hukum di Indonesia terasa mahal , lama, dan penuh
ketidakpastian.
Motif
melakukan korupsi, di antaranya :
a.
Melakukan korupsi karena faktor
solidaritas
b.
Adanya sistem yang memungkinkan
terjadinya korupsi
(
karena adanya UU No. 4/1999 dan No.UU 22/1999 yang menyatakan bahwa DPRD
mempunyai kewenengan untuk mengatur anggaran sendiri serta karena informan ikut
masuk menjadi panitia anggaran )
c.
Mendapatkan uang dan mendapatkan
pekerjaan
Proses
terjadinya korupsi, meliputi :
a.
Proses pembuatan anggaran di lakukan
oleh lembaga legislatif bersama dengan lembaga eksekutif
b.
Dengan cara memperbesar anggaran,
fasilitas maupun tunjangan untuk anggota dewan melalupsi yang celah-celah hukum yang ada.
c.
Semua laporan administratif di buat
sedemekian rupa dan di buat ‘ terlihat ‘ rapi seta sesuai prosedur.
d.
Terjadi mata rantai korupsi yang saling
berkaitan, baik pada tingkat eksekutif, legislatif, yudikatif, kepolisian,
bahkan pada LSM yang tadinya bermaksud
untuk membongkar kasus korupsi ( terjadi tindak korupsi yang di ikuti dengan
tinda korupsi yang lain.
e.
Penyalur dana aspirasi tanpa memakai
bukti kuitansi.
Dampak
melakukan korupsi yaitu :
a.
Mendapatkan hikmah, karena masuk lembaga
pendidikan
b.
Masuk penjara , dengan masuk penjara
maka studi yang dijalani mengalami penundaan
, kebebasan terbatas, nama dan harga diri menjadi buruk.
c.
Terdapat dampak kepada keluarga, dimana
keluarga menanggung malu akibat adanya salah satu anggota keluarganya masuk
penjara dan didakwa melakukan korupsi, istri mencari nafkah sendiri, serta
kekhawatiran akan munculnya efek psikologis yang kurang baik pada anaknya .
Selain itu, dampaknya keluarga memiliki hutang baru,karena aset dan semuanya di
sita oleh negara.
2.
Gambaran Umum Korupsi Indonesia
Korupsi
di Indonesia dimulai sejak Orde Lama sekitar tahun 1950-an, bahkan sangat
mungkin terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang
Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanaanya “ operasi budhi “ dan pembentukan tim pemberantasan korupsi berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 228 tahun 1967 yang di pimpin langsung oleh Jaksa
Agung , belum membuahkan hasil yang nyata.
Pada
era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dengan “ Operasi Tertib
“ yang di lakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban ( Kopkamtib
) , namun dengan kemajuan iptek , modus operasi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang- Undang tersebut
gagal Dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999.
Upaya-upaya
hukum yang telah di lakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan
sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat
negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang
pada akhirnya menjadi krisis multimedensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan
rezim Orde Baru menuntut antara lain di tegakknya supremasi hukum dan
pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ).
Tuntutan
tersebut akhirnya di tuangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dan tentang penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas KKN.
3.
Konsep Korupsi
Perang
, damai, konflik,dan sebagainya merupakan peristiwa sosial. Apakah korupsi
termasuk konsep? Dalam hal ini, konsep merupakan salah satu komponen dasar yang
harus dikuasai untuk mempelajari ips.
Dimana bila fakta-fakta di kumpulkan, dan di lakukan penarikan kesimpulan maka
hasilnya di sebut konsep. Contohnya adalah korupsi, dimana hal ini korupsi merupakan tindakan penyimpangan dari
untuk kepentingan umum dialihkan menjadi kepentingan pribadi atau kelompok.
Dalam hal ini, tindakan korupsi sangat erat hubungan dan kaitannya dengan ilmu
ips, yang mana korupsi erat kaitannya dengan ilmu politik, ekonomi,dan
sosiologi bahkan ilmu psikologi sosial.
Dalam
ilmu politik, korupsi sangat erat dikaitan dengan ilmu ini karena membahas
tentang negara, hukum, keadilan dan sebagainya. Tindakan korupsi sendiri, berhubungan
dengan politik , yang mana membahas tentang
suatu negara, dimana tindakan korupsi telah membuat suatu negara
mengalami kerugian besar dan berpengaruh besar bagi perkembangan negara
tersebut. Selain itu, dalam tindakan korupsi terdapat kekuasaan yang memudahkan
seseorang atau suatu kelompok korupsi. Dan
dalam tindakan Korupsi, biasanya menyangkut atau berhubungan dengan suatu politik dan menyangkut nama suatu partai
politik.
Dalam
ilmu ekonomi, tindakan korupsi sangat berhubungan dengan ilmu ini,karena berhubungan tentang usaha manusia menuju arah kemakmuran atau
kesejahteraan. Dimana tindakan korupsi sangat berdampak besar bagi ekonomi di
Indonesia,karena dengan maraknya tindakan korupsi menyebabkan negara mengalami
kerugian,negara mengalami krisis ekonomi, banyaknya permasalahan seperti
kemiskinan dan belum terwujudnya kesejahteraan bagi rakyat. Selain itu, sistem
ekonomi pada negara korup jadi tidak terkendali. Dalam hal ini, peran
pemerintah sangat dominan dan berpengaruh dalam mengendalikan perekonomian.
Karenanya, sistem perekonomian suatu negara jadi tak terkendali , akibat
ulahnya para tindakan koruptor.
Dimana sistem ekonomi terpusat yang mana peran
pemerintah sangat dominan, akan tetapi terdapat kelemahan pada sistem ini yaitu
seringnya terjadi monopoli kekuasaan yang merugikan masyarakat. Dalam hal ini,
sering kali kekuasaan di salah gunakan oleh para koruptor untuk memudahkan
mereka dalam tindakan suap-menyuap atau korupsi. Selain itu, praktik korupsi
berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sebuah negara.
Dalam
hal psikologi sosial, tindakan korupsi sangat berpengaruh kepada anggota
masyarakat, dimana psikologi sosial yang di bicarakan adalah manusia sebagai anggota masyarakat, karena terjadi
interaksi dalam hubungan individu yang satu dengan yang lainnya. Mungkin di
tinjau dari aspek psikologi soaial, seorang pelaku korupsi dalam melakukan
korupsi dimungkinkan kurangnya komunikasi
terhadap suatu masyarakat, sehingga terjadinya mis-komunikasi dan tidak adanya
keterbukaan dalam menjalankan sistem pemerintahan, maka dengan mudahnya mereka
pelaku korupsi melakukan penggelapan uang negara.
Dalam
hal sosiologi, korupsi sangat erat hubungannya karena berkaitan dengan kelompok-kelompok
manusia sebagai suatu kesatuan, hal ini di tunjukkan dengan adanya tindakan
korupsi yang di lakukan oleh sekelompok manusia seperti dalam kasus hambalang,
kasus korupsi dalam dugaan kasus sengketa pilkada Kabupaten Lebak yang menyeret
mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil
Mochtar yang juga menyeret Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah serta adiknya
Tubagus Chaeri Wardana.
B.
Solusi dari Pemerintah dan Lembaga dalam
Penanganan Masalah Korupsi
Dalam
hal ini, untuk mengurangi terjadinya tindakan korupsi yang semakin meluas,maka
dapat di minimalkan jika terdapat kemauan politik dari para elit politik, untuk
membrantas sebab dan akibat dari tindak korupsi. Dan lebih memusatkan usaha
pada pengejaran terhadap pelaku, akan tetapi mengabaikan pencarian tehadap akar
penyebab timbulnya tindakan korupsi itu sendiri, sehingga dapat menciptakan
hasil uang kurang optimal untuk gerakan anti-korupsi.
1.
Terutama Ketegasan Hukum merupakan syarat
mutlak, tanpa ini semua upaya pemberantasan korupsi tidak akan berhasil. Hukum
harus diberlakukan tanpa pandang bulu, tidak peduli anak, suami, istri,
keluarga, saudara, teman, dan lain sebagainya. kalau salah harus tetap diproses
menurut hukum yang berlaku.
2.
Dalam hal ini, pemerintah telah melakukan atau upaya
penegakkan hukum dengan gencar-gencarnya membrantas pelaku-pelaku korupsi baik
dari pemerintahan yang tinggi ,dari tingkatan pemerintah pusat atau provinsi
sampai ke pemerintah daerah.
Hal ini
dapat di ketahui bahwasanya pemerintah dengan di bantu lembaga pemberantasan
korupsi atau KPK , sedang melakukan upaya pemberantasan korupsi di negeri ini
yang semakin marak terjadi di berbagai sektor pemerintahan, bahkan sampai ke
sektor pemerintahan tertinggi yaitu pemerintahan hukum. Hal ini menunjukkan
bahwa masalah korupsi di Indonesia semakin kompleks, tidak hanya di satu sisi
saja., dengan di bantu KPK dan lembaga-lembaga tertentu yang turut membantu dan
mengawasi jalannya pemerintahan ini, seperti di ketahui bahwa dugaan suap yang
menyeret mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, sehingga merugikan
negara kurang lebih sebesar 112 miliar rupiah, yang mana senilai Rp3 miliar dalam bentuk
dolar AS dan dolar Singapura. Selain uang senilai Rp3 miliar, KPK juga menyita
uang senilai Rp2,7 miliar yang disimpan di rumah Akil serta mobil dinas
bernomor polisi "RI 9".
Hal ini menunjukkan tindakan yang tidak terpuji dan
tidak di duga sebelumnya, bahwasanya petinggi hukum yang menjadi contoh
terutama bagi penegak hukum melakukan korupsi. Hal ini pemerintah melalui
Komisi Pemberantasan Korupsi berhasil mengungkap kasus korupsi MK Akil Mochtar
dan menetapkannya sebagai tersangka, yang mana dalam hal ini tersangka akil Mochtar
di jerat dengan hukuman pidana, karena telah melanggar Undang-Undang Hukum
pidana dalam pasal 415 yang menyebutkan bahwa
“seseorang pejabat atau orang lain yang di tugasi menjalankan suatu
jabatan umum terus menerus atau sementara waktu yang dengan sengaja
menggelapkan uang atau surat berharga yang di simpan karena jabatannya atau surat berharga itu
diambil atau di gelapkan oleh orang lain atau menolong sebagai pembantu dalam
melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun”. Akan tetapi hukuman itu tidak sebanding,yang mana perbutannya menerima
suap dan melakukan korupsi membuat rakyat jadi sengsara dan masih ada ribuan
rakyat di bawah garis kemiskinan akibat ulah ara koruptor,yang seharusnya uang
rakyat di pergunakan dengan semestinya ,maka dari itu pemerintah melalui KPK
menjerat Akil Mochtar dengan tindak pidana 15 tahun bahkan ada yang mengatakan
hukuman mati.
Ini menunjukkan keseriusan pemerintahan dalam
menindaklanjuti tindakan korupsi terhadap pelaku korupsi agar membuat jera
mereka.Dan menjadi contoh bagi para pejabat-pejabat pemerintahan agar tidak
melakukan korupsi, selain di hukum pidana Akil Mochtar juga membayar kerugian
negara sebesar 112 miliar, dan pemerintah juga mencabut segala akses Akil Mochtar serta menyita hasil kekayaan Akil
Mochtar yang di mungkinkan hasil dari tindakan korupsi. Selain itu diperlukan
adanya Instrumen sebagai dasar hukum untuk memberantas dan mencegah terjadinya
tindak pidana korupsi. Disinilah pentingnya
peran serta lembaga Negara dalam membuat undang-undang tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi dalam memuat ketentuan pidana yaitu dengan :
1. Menentukan pidana minimum khusus
2. Pidana denda yang lebih tinggi, dan
3. Ancaman pidana mati
Ketentuan
pidana dapat dibaca dalam UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi
pasal 2 :
Ayat (1) Setiap
orang yang melakukan tindak pidana korupsi dikenakan sanksi pidana penjara dan
denda. Orang yang melakukan tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun, dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,-
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar
rupiah). Ayat (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud
dalam Ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat
dijatuhkan. Sehingga seorang pelaku korupsi akan berfikir dua kali untuk
melakukan tindakan korupsi, karena telah adanya instrumen hukum yang telah
mengatur yang akan memberatkan mereka dan akan membuat mereka jera, maka
tindakan korupsi dapat di minimalisir.
2.
Di dalam
Perpres Nomor 55 Tahun 2012 menyatakan bahwa strategi Pemerintah dalam
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) memiliki visi jangka panjang dan
menengah. Visi periode jangka panjang (2012-2025) adalah “terwujudnya kehidupan
bangsa yang bersih dari korupsi dengan didukung nilai budaya yang
berintegritas”.
Adapun untuk jangka menengah (2012-2014)
bervisi “terwujudnya tata kepemerintahan yang bersih dari korupsi dengan
didukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta nilai budaya yang
berintegritas”.
Visi jangka
panjang dan menengah itu akan diwujudkan di segenap ranah, baik di pemerintahan
dalam arti luas, masyarakat sipil, hingga dunia usaha. Untuk mencapai visi
tersebut, maka Pemerintah merancang strategi yaitu berupa Pencegahan,
karena Korupsi masih terjadi secara
masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di lembaga negara,
lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan
menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi
pencegahan, pemerintah mengharapkan muncul langkah berkesinambungan yang
berkontribusi bagi perbaikan ke depannya. Strategi ini merupakan jawaban atas
pendekatan yang lebih terfokus pada pendekatan represif. Paradigma dengan
pendekatan represif yang berkembang karena diyakini dapat memberikan efek jera
terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor). Sayangnya, pendekatan represif
ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktik koruptif secara
sistematis-massif.
3. Selain
dari pemerintah, pemberantasan korupsi juga di sentakkan melalui ormas
keagamaan yaitu Nahdlatul Ulama’ ( NU ) dan Muhamadiyah dalam penandatanganan
MoU kerjasama memberantas Korupsi.
Karena jika selama ini pemberantasan korupsi baru lewat ranah politik
dan hukum tidak menghasilkan apa-apa, kini dalam level agama di harapkan
membuat orang tidak bisa berkelit. Oleh karena itu, berbagai kalangan yakin
jika gerakan anti korupsi di mulai oleh pemuka-pemuka agama , dapat dan mampu
menumbuhkan efek sosial yang besar membuat jera pelaku-pelaku korupsi.
Penyadaran yang di mulai dari aspek spritual dan agama jauh lebih bermanfaat
ketimbang hukum, yang malahan kini semakin tidak di percaya karena hukum dapat
di beli dengan uang oleh pelaku-pelaku korupsi.
C. Kendala
dalam Penganan Korupsi
Deputi Bidang Pemberantasan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK), mengatakan ada enam kendala pengungkapan tindak pidana korupsi.
1. Kejahatan yang teroganisasi dalam beberapa kasus yang melibatkan pejabat atau aparat negara.
1. Kejahatan yang teroganisasi dalam beberapa kasus yang melibatkan pejabat atau aparat negara.
2. Pelaku intelektual seringkali tidak terlibat
lagsung dalam aksi kejahatan.
3. Kendala
ketiga, rantai kejahatan yang panjang dapat mengakibatkan putusnya
rantaialatbukti.
4. Locus
delicti bersifat lintas batas negara, ini jadi kendala keempat. Locus
delicti adalah tempat dan waktu terjadinya tindak pidana. Dengan terjadi
lintas batas negara, korupsi menjadi sulit diungkap.
5. Alat dan
sarana kejahatan semakin canggih, jadi kendala kelima dalam memberantas
korupsi.
6. Kendala keenam, hukum seringkali tertinggal
dari kejahatan, sehingga banyak tindakkejahatanyangsulitdisentuh.
D. Analisis
dan Solusi dari permasalahan korupsi
Berdasarkan
realita atau kenyataan korupsi yang terjadi di Indonesia maka perlu dukungan
dari berbagai pihak dalam memerangi korupsi, agar bangsa Indonesia dalam
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, makmur, dan beradab akan bisa terwujud.
Melihat
permasalahan korupsi yang semakin marak terjadi dan meluas di berbagai sektor,
maka dalam hal ini dapat di atasi dengan
berbagai cara dan langkah, serta dalam
upaya pemberantasan korupsi perlu dukungan dari berbagai pihak, juga kerjasama
baik pemerintah, penegak hukum, lembaga-lembaga terkait serta dari masyarakat
sendiri, agar upaya –upaya pemberantasan korupsi berjalan baik. Dalam hal ini
di tinjau dari tindakan korupsi, maka upaya penegakkan hukum,tanpa pandang bulu
dan tidak peduli itu anak, bapak, ibu, suami, istri, saudara, bahkan, teman
harus tindak lanjuti sesuai hukum yang berlaku dan seadil-adilnya. Selain itu,
pemerintah di bantu Komisi Pemberantasan Korupsi sebaiknya memberi hukuman yang lebih berat
kepada para Koruptor, karena telah mensengsarakan rakyat dan merugikan negara.
Dan pemerintah juga perlu melakukan reformasi hukum yang menitikberatkan pada
rasa keadilan, keamanan dan kenyamanan rakyat, serta perlu memperkuat substansi
hukum yang terkait dengan masalah korupsi dan memberikan sanksi yang tegas kepada mereka yang terlibat dalam
tindak korupsi. Dan pemerintah juga harus memperkuat kapasitas lembaga anti
korupsi, kejaksaan,dan kehakiman.
Selain itu,
lembaga legislatif untuk melakukan rasionalisasi penghasilan anggota DPR/DPRD
dan menjadikan posisi anggota dewan sebagai sarana pengabdian kepada rakyat.
Serta turut serta menjalankan reformasi di dalam lembaga legislatif sendiri dan
memperkuat strategi pemberantasan korupsi.
Diantaranya,
untuk kalangan atas seharusnya dibatasi kekayaannya, sehingga presentasi adanya
kecurangan menjadi terminimalisir dan orientasi hidup hedonis juga berkurang.
Sedangkan untuk kalangan menengah ke bawah seharusnya ada solusi pasti dari
pemerintahan, yaitu dengan membuka lowongan pekerjaan yang selebar-lebarnya
bagi mereka, sehingga mereka mampu melangsungkan hidupnya dengan baik. Tidak
hanya itu, UU republik Indonesia no. 31 tahun 1999 juga harus ditegakkan, supaya
para koruptor merasa jera dan berfikir dua kali apabila mau mengulanginya lagi.
Dan selain
dari pemerintah, media massa dan juga masyarakat perlu membantu pemerintah
dalam memerangi korupsi, perlu juga menyebarkan informasi tentang perlunya
melawan korupsi. Dan sebaiknya media harus berani menyuarakan rasa keadilan, sedangkan
bagi masyarakat perlu berperan serta dalam mengawasi jalannya aliran dana dari
pemerintah ke publik serta perlu menyelenggarakan pendidikan masyarakat yang
tepat tentang korupsi. Selain itu, peran serta rakyat untuk mengawasi jalannya
aliran dana dari pemerintah, guna mendukung dalam perang melawan korupsi. Dan
perlunya pemilihan aparatur negara yang memiliki integritas tinggi. Pemimpin
negara perlu memunyai komitmen dalam memerangi korupsi, pemerintah dan
institusi publik harus melayani publik dengan baik, harus bekerja secara
transparan dan punya integritas, bukan malah terjebak dalam lubang KKN (
korupsi, kolusi, dan nepotisme ) dan penuh
dengan konflik kepentingan .
Selain itu, peran tokoh agama untuk lebih sensitif
terhadap penanganan kasus korupsi, dan lebih menekankan pendidikan akhlaq kepada
masyarakat, agar terwujudnya masyarakat yang ber-akhlaqul karimah, serta
mewujudkan negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur.
KLIPING
KONSEP DASAR IPS
TENTANG
KORUPSI
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Konsep Dasar IPS
Dosen
Pengampu: Zulaikhah,M.Pd
Disusun Oleh:
Alfi Nur Santi (123911031)
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar