Tantangan
Pendidikan Islam di Era Modernisasi dan Globalisasi
I.
Pendahuluan
Memasuki era
milenium baru yang disebut dengan era globalisasi. adanya globalisasi tersebut
, maka problematika yang di hadapi oleh
seluruh manusia semakin kompeks dan meluas. Bahkan globalisasi telah
menimbulkan kaburnya batas-batas definitif antar negara sehingga menjadi
terbuka dan transparan, sehingga timbul pergeseran nilai – nilai dalam individu
itu sendiri yang membawa dampak baik
positif ataupun negatif. Maka dari itulah tantangan bagi kita semua
terutama dalam dunia pendidikan islam. Dimana modernisasi dan globalisasi
membawa pengaruh yang sangat signifikan, karena di era yang modern ini , semua
dapat dengan mudah di dapatkan dalam segala hal.
Munculnya arus modernisasi dan
globalisasi disebabkan karena perkembangan dari teknologi yang semakin canggih, kemajuan bidang
ekonomi, dan pesatnya sarana informasi.
Kemajuan Zaman yang semakin pesat membawa implikasi dan pengaruh yang
positif sekaligus negatif. Kebudayaan negara- negara Barat yang cenderung
mengedepankan rasionalitas, yang akhirnya cenderung untuk menerima perilaku dan
menerima keyakinannya tidak lewat ajaran agama tetapi lewat pertimbangan
rasionalitas dan hal- hal yang bersifat praktis.
Pada hal ini, pendidikan yang merupakan
media untuk mengubah atau mengkonstruksi manusia seutuhnya tidak terkecuali
pendidikan di Indonesia yang berorientasi pada pragmatisme, yang mengarahkan
kepada kepentingan Sumber Daya Manusia ( SDM ) yang berkualitas. Ini
menunjukkan betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembangunan Sumber Daya
Manusia ( SDM ) dan juga pengembangan watak bangsa .[1]
II.
Rumusan Masalah
A. Apa
Pengertian Pendidikan Islam ?
B. Bagaimana
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam ?
C. Bagaimana
Landasan Historis Modernisasi Pendidikan Islam ?
D. Bagaimana
Pendidikan Islam di Era Globalisasi ?
E. Apa
Saja Tantangan Pendidikan Islam di Era Modernisasi dan Globalisasi ?
F. Bagaimana
Sikap dalam menghadapi Globalisasi ?
III.
Pembahasan
A. Pengertian
Pendidikan Islam
Adapun
pengertian pendidikan Islam , bisa ditinjau dari sempit dan luas. Pengertian
sempit adalah suatu bentuk usaha yang dilakukan untuk pentransferan atau
penyaluran ilmu ( knowledge ) , nilai ( value ) dan ketrampilan ( skill ) berdasarkan ajaran Islam dari
seorang pendidik terhadap seorang yang didiknya, guna terbentuk pribadi Muslim
yang seutuhnya atau sesungguhnya. Hal ini lebih bersifat proses pembelajaran ,
dimana ada pendidik, peserta didik dan ada bahan ( materi ) yang disampaikan
dengan ditunjang dengan alat-alat yang digunakan.
Sedangkan
pendidikan Islam dalam arti luas, tidak hanya terbatas kepada proses penyaluran
yang mencangkup tiga ranah di atas, akan tetapi mencangkup sejarah, pemikiran
dan lembaga. Dengan demikian, terdapat kajian tentang sejarah pendidikan Islam,
pemikiran pendidikan Islam, lembaga pendidikan Islam, dan lain-lain. [2]
Pendidikan
yang dilaksanakan oleh Rasulullah berhasil membina individu- individu yang
beriman, berakhlak, berpengetahuan dan memilik sensitifitas yang tinggi
terhadap keadaan lingkungan masyarakat. Berdasarkan modal inilah Rasulullah
berhasil merubah sistem kemasyarakatan jahiliyah menjadi sistem kemasyarakatan
yang islami. Ditinjau dari proses social
change , perubahan sosial pada zaman nabi dimulai dari perubahan pada diri
manusia yang mencangkup keimanan, akhlak, pengetahuan, dan perilaku.
Hal
ini menandakan data-data ilmiah yang membuktikan dan menunjukkan bahwa Nabi
Muhammad Saw merupakan seorang pendidik yang mempunyai peran penting ( krusial ) dalam proses transmisi ilmu
pengetahuan pada masanya. Dalam pengertian hal ini berarti bagaimana Nabi
Muhammad Saw melakukan proses pendidikan dan pencerdasan umatnya melalui manhaj
pendidikannya yang spesifik.
Ditengah
masyarakat Muslim yang baru lahir, pendidikan pada periode Nabi memiliki
peranan penting dan menentukan bagi eksistensi pendidikan pada saat itu dapat
dilihat dari adanya kebutuhan untuk menanamkan , menumbuhkan, dan
mentransformasikan nilai- nilai Islam kepada individu-individu Muslim yang baru
lepas dari lingkaran kultur jahiliyyah. [3]
B. Pondok
pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
Secara
historis, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang dikembangkan secara
indigenous oleh masyarakat Indonesia. Karena sebenarnya pesantren merupakan
produk budaya masyarakat Indonesia yang sadar sepenuhnya akan pentingnya arti
sebuah pendidikan bagi orang pribumi yang tumbuh secara natural. Nurcholish
Madjid mengatakan bahwa dari segi historis , pesantren tidak hanya identik
dengan makna keislaman tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia.
Pesantren juga dianngap sebagai satu-satunya sistem pendidikan di Indonesia
yang menganut sistem tradisional. Sebagaiman dikatakan Ulil Abshar Abdalah
bahwa pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang
mewarisi tradisi intelektual tradisional. [4]
C. Landasan
Historis Modernisasi Pendidikan Islam
Daya
nalar dan kreativitas berpikir siswa tidak mendapat temoat yang wajar dalam
orientasi pendidikan pesantren, dan lembaga pendidikan Islam pada umumnya.
Modernisasi pendidikan yang digagaskan Nurcholish Madjid pada dasarnya mengacu
pada penumbuhan metode berfifkir filosofis, dan membangkitkan kembali etos
keilmuan Islam yang pada masa klasik Islam telah memperlihatkan hasil yang
cukup gemilang. Sebaagai landasan
historis, modernisasi pendidikan berangkat pada penelaahan kembali kejayaan
umat Islam pada masa klasik.
1. Metode
Berfikir Filosofis
Pesatnya
pertumbuhan dan perkembangan keilmuan dan keahlian pada masa klasik tidak
terlepas dari sikap kaum muslim yang memandang hidup serba optimis. Oleh sebab
itu, kalangan muslim klasik misalnya, dengan tegas tidak dapat menerima
kisah-kisah Yunani yang serba pesimis, tragis, dan cenderung kurang harapan
pada dunia dan kehidupan.
Kisah
– kisah itu yang merupakan karya sastra Yunani dinilai tidak memiliki pengaruh
positif pada kehidupan mereka, karena secara sadar orang – orang muslim klasik
tidak dapat menerima lakon, penuturan yang penuh tahayul, mitologi, serta
kepercayaan palsu lainnya.
Berbeda
dengan bangsa Yunani yang sibuk dengan drama dan tragedi, para sarjana Islam
menekuni masalah teknik dan teknologi, karena itu mereka amat menonjol dalam
ilmu-ilmu empiris, seperti kedokteran, astronomi, pertanian, ilmu bumi, ilmu
ukur ( handasah ), ilmu bangunan, dan lain-lain. Inilah dampak positif dari
sikap penuh harapan kepada hidup yang mengejala waktu itu, sehingga para
sarjana Islam klasik merintis jalan ke arah perbaikan nyata kehidupan duniawi
dengan menerapkan berbagai teori ilmiah.
Berbeda
dengan kondisi umat Islam klasik, mayoritas muslim sekarang terutama Indonesia
yang menganut paham Asy’ari dan bermazhab fiqh Syafi’i justru memusuhi
filsafat. Filsafat yang dianggap datang dari Barat mereka klaim sebagai
kerangka keilmuan yang keluar dari paham
Islam yang benar.
Lenyapnya
tradisi iptek dikalangan muslim pada umumnya bukanlah sebab dari Islamnya ,
tetapi terletakpada sikap muslim itu sendiri yang menjadikan Islam sebagai
memusuhi iptek. Ajaran islam dengan jelas menunjukkan adanya hubungan yang
organik anatar ilmu dan iman. Hubungan organik itulah kemudian yang dibuktikan
dalam sejarah Islam klasik, ketika kaum muslim memiliki jiwa kosmopolitan yang
sejatai. Kemudian keadaan jadi berbalik, ilmu pengetahuan Islam mulai mengalir
dan pindah ke Barat dan setelah menguncangkan dunia Barat selaama dua atau tiga
abad , ilmu pengetahuan Islam akhirnya dapat mereka akomodasi, dengan cara
antara lain memisahkan ilmu dari iman ( Kristen ) karena memang tidak ada
hubungan organik antara keduanya. Pada abad ke – 16 ilmu pengetahuan
bangsa-bangsa Barat sudah lebih unggul dari pada ilmu pengetahuan kaum muslim.[5]
D. Pendidikan
Islam di Era Globalisasi
Munculnya
berbagai kecenderungan dalam era globalisasi tersebut merupakan tantangan dan
sekaligus menjadi peluang jika mampu dihadapi dan dipecahkan dengan arif dan
bijaksana, yaitudengan cara merumuskan kembali berbagai komponen pendidikan :
visi, misi, tujuan , kurikulum, proses belajar mengajar dan sebagainya.
Menghadapi
keadaan yang demikian itu dunia pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam
pada khususnya kini berada di persimpangan jalan , yakni antara jalan untuk
mengikuti tarikan eksternal sebagai pengaruh era globalisasi, atau tarikan
internal yang merupakan misi utama pendidikan yaitu membentuk manusia
seutuhnya, yaitu manusia yang terbina seluruh potensinya secara seimbang. [6]
Era
kebangkitan pendidikan Islam itu bertepatan pula dengan munculnya globalisasi. Masyarakat
manusia telah menjadi masyarakt global,
batas-batas wilayah semakin memudar, komunikasi sangat lancar dan informasi
dalam hitungan detik telah dapat berkembang dan tersebar di dunia.
Kejadian
apa yang terjadi di sebuah tempat di ujung dunia, maka dalam waktu hitungan
detik telah diketahui dengan sempurna pada ujung dunia lainnya. Gaya hidup
manusia sudah mendunia.
Pendidikan
Islam dapat diartikaan sebagai upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk
membentuk kepribadian peserta didik sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai Islami(Islamicvalues). Didalam rangka untuk
mengimplementasikan pendidikan Islam tersebut diperlukan
perangkat-perangkatnya, seperti : tujuan, lembaga, kurikulum, pendidik, metode
dan evaluasi. [7]
Kegiatan
pendidikan pada hakikatnya adalah diarahkan untuk penyiapan peserta didik dalam
menghadapi lingkungan hidup yang selalu mengalami perubahan. Melalui pendidikan
diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat.
Mengingat pentingnya fungsi dan tujuan pendidikan juga telah dinyatakan dalam
UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Maka
dari itu, agar tujuan pendidikan dapt dicapai akan
pendidikan hendaknya dikelola secara provesional dengan manajemen yang baik dan
oleh tenaga-tenaga yang mempunyai motivasi kerja tinggi , termasuk didalamnya
adalah lembaga pendidikan Islam.
Dalam
hal ini, pandangan pokok mengenai proses pendidikan sepanjang hidup adalah
berlangsung dijalur formal, informal, maupun non-formal, tergantung pada
manusia itu menjalani kehidupan. Lembaga pendidikan Islam masuk dalam kategori
lembaga pendidikan formal dan sangat memungkinkan untuk dapat dijadikan sebagai
proses pengembangan kualitas SDM Indonesia.[8]
Suatu
lembaga pendidikan pada dasarnya adalah upaya pelembagaan dan formalitas
pendidikan sehingga kegiatan, fungsi, dan proses pendidikan dalam suatu
masyarakat bisa berlangsung secara lebih terencana , sistematis, berjenjang dan
profesional. [9]
Wina
Sanjaya menjelaskan bahwa kurikulum pada hakikaknya adalah rencana atau sebuah
program kegiatan yang diatur dan diarahkan secara sistematis oleh sekolah untuk
mencapai tujuan.[10] Dimana kurikulum disusun dan dikembangkan
sesuai dengan tingkat pendidikan , untuk mencapai tujuan pendidikan ansional
sekaligus dalam rangka mencapai tujuan NKRI , maka dari itu sangat diperlukan
adanya manajemen kurikulum sebagai bagian dari sistem pendidikan. [11]
Tenaga
kependidikan berupa pendidik ( guru ). Dimendi pendidik merupakan faktor
penting dalam kegiatan pendidikan. Kegiatan pendidikan pada dasarnya selalu
terkait dengan pendidik dan peserta didik. Pendidikan yang dalam praktiknya
dilaksanakan melalui proses kegiatan belajar-mengajar telah melibatkan empat
pihak yang berkaitan secara lagsung maupun tidak langsung, yaitu : pertama, pihak yang berusaha
melaksanakan kegiatan pendidikan( belajar – mengajar ), kedua pihak yang berusaha belajar, ketiga pihak yang merupakan sumber belajar, dan keempat pihak yang berkepentingan atas
hasil ( outcome ) proses belajar mengajar. [12]
1. Pendidikan
Islam
Sejak
awal kedatangannya ke Indonesia , pada abad ke – 6 M, Islam telah mengambil
peran yang amat signifikan dalam kegiatan pendidikan. Peran ini dilakukan ,
karena beberapa pertimbangan yaitu :
Pertama,
Islam memiliki karakter sebagai agama dakwah dan pendidikan. Dengan karakter
ini, maka Islam dengan sendirinya berkewajiban mengajak, membimbing, dan
membentuk kepribadian umat manusia sesuai dengan nilai – nilai ajaran Islam.
Kedua , terdapat
hubungan simbiotik fungsional antara ajaran Islam dengan kegiatan pendidikan.
Dari satu sisi Islam memberikan dasar bagi perumusan Visi, misi, tujuan dan
berbagai aspek pendidikan, sedangkan dari sisi lain, Islam membutuhkan
pendidikan sebagai sarana yang strategis untuk menyampaikan nilai dan praktik
ajaran Islam kepada masyarakat. Adanya penduduk Indonesia yang mayoritas
beragama Islam adalah sebagai bukti keberhasilan pendidikan
dan dakwah Islamiyah.
Ketiga , Islam
melihat bahwa pendidikan merupakan sarana yang paling strategis untuk
mengangkat harkat martabat manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Itulah
sebabnya tidak mengherankan , jika ayat 1-5 surat Al- ‘alaq sebagai ayat Al-
Qur’an yang pertama kali diturunkan telah menagndung isyarat tentang pentingnya
pendidikan . Ayat 1 - 5 surat Al- ‘alaq tersebut artinya “ Bacalah dengan (
menyebut ) nama Tuhanmu. Yang telah menjadikan manusia dari segumpal darah.
Bacalah dan Tuhanmu yang Maha Mulia. Yang telah mengajarkan manusia dnegan
pena. Ia mengajarkan tentang segala sesuatu yang belum diketahuinya.” Pada ayat
tersebut paling kurang terdapat lima aspek pendidikan :
a) Aspek
proses dan metodologinya , yaitu membaca dalam arti yang seluas- luasnya ,
yaitu mengumpulkan informasi, memahami,
mengklasisikasi, atau mengategorisasi, membandingkan, menganalisis,
menyimpulkan dan memverifikasi
b) Aspek
guru yang dalam hal ini , Allah swt
c) Aspek
murid yang dalam hal ini Nabi Muhammad saw dan umat manusia
d) Aspek
sarana prasarana yang dalam hal ini diwakili oleh kata qalam ( pena ), dan
e) Aspek
kurikulum , yang dalam hal ini segala sesuatu yang belum diketahui manusia (
maa lam ya’ lam ) . kelima hal tersebut merupakan aspek atau komponen utama
alam kegiatan pendidikan.
Sesuai dengan
perkembangan dan tuntunan zaman, pendidikan Islam telah menampilkan dirinya
sebagai pendidikan yang fleksibel , responsif, sesuai dengan perkembangan
zaman, berorientasi ke masa depan , seimbang, berorientasi pada mutu yang
unggul, egaliter, adil, demokratis, dinamis dan seterusnya. Sesuai dengan sifat
dan karakternya yang demikian itu, pendidikan Islam senaniasa mengalami inovasi
dari waktu ke waktu yaitu mulai dari sistem dan lembaganya yang paling
sederhana seperti pendidikan di rumah, surau, langgar, masjid, majelis ta’lim,
pesantren, madrasah, sampai kepada perguruan tinggi yang modern. Inovasi
pendidikan Islam juga terjadi hampir pada seluruh aspeknya, seperti kurikulum,
proses belajar mengajar, tenaga pengajar, sarana prasarana, manajemen, dan lain
sebagainya. Melalui inovasi tersebut , kini pendidikan Islam yang ada di
seluruh dunia ( termasuk Indonesia ) amat beragam, baik dari segi jenis,
tingkatan, mutu, kelembagaan, dan lain sebgainya. Kemajuan ini terjadi karena
usaha keras dari umat Islam melalui para tokoh pendiri dan pengelolaannya,
serta pemerintah pada setiap negara. [13]
2. Era
Globalisasi
Era
globalisasi dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang ditandainya oleh adanya
penyatuan politik, ekonomi, sosial, budaya , ilmu pengetahuan , teknologi,
informasi, dan lain sebagainya.yang terjadi antara satu negara dengan negara
lainnya, tanpa menghilangkan identitasnya masing – masing. Penyatuan ini
terjadi berkat kemajuan teknologi informasi
( TI ) yang dapat menghubungkan atau mengkomunikasikan setiap isu yang
ada pada suatu negara dengan negara lain.
Bagi
umat Islam, era globalisasi dalam arti tukar menukar dan transmisi ilmu
pengetahuan , budaya, peradaban, dan sebagainay sebagaiman tersebut diatas ,
sesungguhnya bukanlah hal baru. Di zaman klasik ( abad ke -6 s/d 13 M ) , uamt
Islam telah membangun hubungan dan komunikasi yang intens dan efektif dengan
berbagai pusat peradaban dan ilmu pengetahuan yang ada di dunia, seperti India,
Cina, Persia, Romawi, Yunani, dan sebagainya. Hasil dari komunikasi ini umat Islam telah mencapai kejayaan bukan
hanya dalam bidang ilmu agama Islam saja, melainkan juga dalam bidang ilmu
pengetahuan umum, kebudayaan dan peradaban, yang warisannya masih dapat
dijumpai hingga saat ini seperti di India, Spanyol, Persia, Turki, dan
sebagainya.
Selanjutnya
di zaman pertengahan ( abad ke-13 s/d 18 M ) umat Islam telah membangun
hubungan dengan Eropa dan Barat. Pada saat itu umat Islam memberikan kontribusi
yang besar bagi kemajuan Eropa dan Barat. Beberapa penulis Barat seperti W.C
Smith, dan Thomas W. Arnold misalnya mengakui bahwa kemajuan yang dicapai dunia
Eropa dan Barat saat ini karena sumbangan dari kemajuan Islam. Pada zaman
pertengahan itu, umat Islam hanya mementingkan ilmu agama saja, sementara ilmu
pengetahuan seperi matematika, astronomi, sosiologi, kedokteran dan lainnya
tidak dipentingkan, dan dibiarkan untuk diambil oleh barat. Pada zaman ini Eropa dan Barat mulai bangkit
mencapai kemajuan, sementara umat Islam berada dalam keterbelakangan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan peradaban.
Di
zaman modern ( abad ke-19 sampai dengan sekarang ) hubungan Islam dengan dunia
Eropa dan Barat terjadi lagi. Pada zaman ini timbul kesadaran dari umat Islam
untuk membangun kembali kejayaannya dalam bidang ilmu pengetahuan , teknologi
dan peradaban melalui berbagai lembaga pendidikan , pengkajian, dan penelitian.
Umat Islma mulai mempelajari berbagai kemajuan yang dicapai oleh Eropa dan
Barat, dengan alasan bahwa apa yang dipelajari dari Eropa dan Barat itu
sesungguhnya mengambil kembali apa yang dahulu dimiliki umat Islam.
Namun demikian, hubungan Islam dengan Eropa dan
Barat pada zaman modern ini keadaannya berbeda dengan hubungan Islam pada zaman
klasik dan pertengahan sebagaimana tersebut diatas.
Di
zaman klasik dan pertengahan umat Islam dalam keadaan maju atau hampir menurun
, sedangkan Eropa dan Barat dalam keadaan terbelakang dan mulai bangkit.
Keadaan Eropa dan Barat saat ini berada dalam kemajuan , sedangkan keadaan umat
Islam berada dalam ketertinggalan. Tidak hanya itu saja, kedaaan saat ini dunia
telah dipenuhi oleh berbagai faham ideologi yang tidak sepenuhnya sesuai dengan
ajaran Islam, seperti ideologi kapitalisme, materialisme,
naturalisme,pragmatisme, liberalisme bahkan ateisme yang secara keseluruhan
hanya berpusat pada kemauan manusia ( anthropo – centris ) . hal ini berbeda
dengan karakteristik keseimbangan ajaran Islam yang memadukan antara berpusat
pada manusia ( anthoropo – centris ) dan berpusat pada Tuhan ( theo – centris ).
[14]
E. Tantangan
Pendidikan Islam
Tantangan
pendidikan Islam saat ini jauh berbeda denagn tantangan pendidikan Islam
sebagaimana yang terdapat pada zaman klasik dan pertengahan. Baik secara
internal maupun eksternal tantangan pendidikan Islam di zaman klasik dan
pertengahan cukup berat, namun secara psikologis dan ideologis lebih mudah
diatasi.
Secara
internal umat Islam pada masa klasik masih fresh ( segar ) . masa kehidupan
mereka dengan sejarah ajaran Islam, yakni Al- Qur’an dan Al- Sunnah masih
dekat, dan semangat militansi dalam berjuang memajukan Islam masih amat kuat .
sedangkan secara eksternal , umat Islam belum menghadapi ancaman yang serius
dari negara- negara lain, mengingat keadaan negara- negara lain ( Eropa da
Barat ) masih belum bangkit dan maju seperti sekarang.
Tantangan
pendidikan Islam di zaman sekarang selain menghadapi pertarungan
ideologi-ideologi besar duna sebagimana tersebut diatas, juga menghadapi
berbagai kecenderungan yang tak ubahnya seperti badai besar ( turbulance ) atau tsunami. Menurut
Daniel Bell, di era globalisasi saat ini keadaan dunia ditandai oleh lima
kecenderungan yaitu :
1) Kecenderungan
integrasi ekonomi yang menyebabkan terjadinya persaingan bebas dalam dunia
pendidikan.
Karena menurut mereka, dunia
pendidikan juga termasuk diperdagangkan , maka dunia pendidikan saat ini juga
dihadapkan pada logika bisnis. Munculnya konsep pendidikan yang berbasis pada
sistem dan infrastruktur , manajemen berbasis mutu terpadu ( Total Quality Management / TQM ) , Inter –preneur University dan lahirnya
Undang - Undang Badan Hukum Pendidikan ( BHP ) tidak lain, karena menempatkan
pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan. Penyelenggaraan pendidikan
saat ini tidak hanya ditujukan untuk mencerdaskan bangsa , memberdayakan manusia
atau mencetak manusia yang saleh, melainkan untuk menghasilkan manusia-manusia yang
Economic minded, dan
penyelenggaraannya untuk mendapatkan keuntungan material.
2) Kecenderungan
fragmentasi politik yang menyebabkan terjadinya peningkatan tuntutan dan
harapan dari masyarakat. Mereka semakin membutuhkan perlakuan yang adil ,
demokratis, egaliter, transparan, akuntabel, cepat, tepat, dan profesional.
Mereka ingin dilayani dengan baik dan memuaskan. Kecenderungan ini terlihat
dari adanya pengelolaan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah ( school based management ), pemberian
peluang kepada komite atau majelis sekolah / madrasah untuk ikut dalam
perumusan kebijakan dan program pendidikan , pelayanan proses belajar mengajar
yang lebih memberikan peluang dan kebebasan kepada peserta didik, yaitu model
belajar mengajar yang partisipatif, aktif, inovatif, kreaatif, efektif dan
menyenangkan ( Paikem ) .
3) Kecenderungan
penggunaan teknologi canggih (
sofisticated technology ) khususnya Teknologi Komunikasi dan Informasi ( TKI ) seperti komputer. Kehadiran TKI
ini menyebabkan terjadinya tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
cepat, transparan, tidak dibatasi waktu dan tempat. Teknologi canggih ini juga
telah masuk ke dalam dunia pendidikan , seperti pelayanan administrasi
pendidikan, keuangan, proses belajar mengajar. Melalui TKI ini para peserta
didik atau mahasiswa dapat melakukan pendaftaran kuliah atau mengikuti kegiatan
belajar dari jarak jauh ( distance-learning
). Sementara itu , peran dan fungsi tenaga pendidik juga bergeser menjadi
semaacam fasilitator, katalisator, motivator, dan dinamisator. Peran pendidikan
saat ini tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pengetahuan ( agent og knowledge ). Keadaan ini pada
gilirannya mengharuskan adanya model pengelolaan pendidikan yang berbasis
Teknologi Komunikasi dan Informasi ( TKI ).
4) Kecenderungan
interdependency ( kesalingtergantungan ), yaitu suatu keadaan dimana seseorang
baru dapat memenuhi kebutuhannya apabila dibantu oleh orang lain. Berbagai
siasat dan strategi yang dilakukan negara- negara maju untuk membuat
negara-negar berkembang bergantung kepadanya demikian terjadi secara intensif.
Berbagai kebijakan politik hegemoni seperti yang dilakukan Amerika Serikat
misalnya, tidak terlepas dari upaya menciptakan ketergantungan negara sekutunya. Ketergantungan inni juga
terjadi di dunia pendidikan . adanya badan akreditasi pendidikan baik pada
tingkat nasional maupun internasional, selain dimaksudkan untuk meningkatkan
mutu pendidikan , juga menunjukkan ketergantungan lembaga pendidikan terhaadap
pengakuan dari pihak eksternal. Demikian pula munculnya tuntutan dari
masyarakat agar peserta didik memiliki ketrampilan dan pengalaman praktis,
menyebabkan dunia pendidikan membutuhkan atau tergantung pada peralatan
praktikum dan magang. Selanjutnya , kebutuhan lulusan pendidikan terhadap
lapangan pekerjaannya, menyebabkan ia bergantung kepada kalangan pengguna
lulusan.
5) Kecenderungan
munculnya penjajahan baru dalam bidang kebudayaan ( new colonization in culture ) yang mengakibatkan terjadinya pola
pikir ( mindset ) masyarakat pengguna pendidikan, yaitu dari semula mereka
belajar dalam rangka meningkatkan kemampuan intelektual , moral, fisik dan
psikisnya, berubah menjadi belajar untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan
yang besar. Tidak hanya itu, kecenderungan penjajahan baru dalam bidang
kebudayaan juga telah menyebabkan munculnya budaya pop atau budaya urban, yaitu
budaya yang serba hedonistik , materialistik, rasional, ingin serba cepat,
praktis, pragmatis dan instan. Kecenderungan budaya yang demikian itu
menyebabkan ajaran agama yang bersifat normatif dan menjanjikan masa depan yang
baik ( diakhirat ) kurang diminati.
Mereka menuntut ajaran agama yang sesuai dengan budaya urban. Dalam demikian ,
tidak mengehrankan jika mata pelajaran agama yang disajikan secara
normatif dan konvensional menjadi tidak
menarik dan ketinggalan zaman. Keadaan ini mengharuskan para guru atau ahli agama untuk melakukan
reformulasi, reaktualisasi, dan kontekstualisasi terhadap ajaran agama,
sehingga ajran agama tersebut akan terasa efektif dan transformatif. [15]
Selain
itu beberapa problem utama yang mewarnai atmosfer dunia pendidikan Islam pada
umumnya setidaknya dapat di klasifikasikan dalam lima hal. Jika dianalisis ,
maka dapat disimpulkan bahwa problem-problem tersebut merupakan rangkaian yang
saling kait mengait dan berjalan secra beriringan.
Persoalan
– persoalan tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Dichotomic
Masalah
yang besar yang dihadapi dunia pendidikan Islam adalah dikhotomi dalam beberapa aspek yaitu antara ilmu agama dengan ilmu
umum, antara wahyu dengan akal serta antara wahyu dengan alam. Munculnya
problem dikhotomi dengan segala perdebatannya telah berlangsung sejak lama.
Boleh dibilang gejala ini mulai tampak pada masa- masa pertengahan . Rahman
dalam melukiskan watak ilmu pengetahuan Islam pada zaman pertengahan menyatakan
bahwa muncul persaingan yang tak pernah
berhenti antara Hukum dan theologi untuk mendapat julukan sebagai
‘ mahkota semua ilmu’ . tetapi penutupan pintu ijtihad ( yakni pemikiran orisinal dan bebas ) yang
berlangsung selama abad 4H/ 10 M dan 5H/11M telah membawa kepada kemandegan
umum baik ilmu hukum maupun ilmu intelektual.
Masih
tentang potret pendidikan Islam di Arab, pandangan dikhotomik ini berdampak
cukup luas terhadap aspek-aspek lain. Tibawi mencatat munculnya
ketidakseimbangan antara jumlah siswa pria dan wanita di semua jenjang , antara
kuantitas dan kualitas pendidikan kejuruan praktis dengan pendidikan Abstrak Teoritis
dalam sistem tersebut, dan akhirnya mungkin lebih serius adalah antara
kuantitas dan kualitas pendidikan di perkotaan ksedengan di pedesaan. Persoalan
besar dari ketidakseimbangan itu adalah anggapan masyarakat yang negatif (
social prejudice ) yang masih melekat tentang kehadiran atau keberadaan
pendidikan bagi kaum wanita.
Aspek
lain yang cukup menjadi perhatian pada era sekarang adalah isu lingkungan . Banyak dari negara-negara Muslim kalau tidak biasa
dikatakan semua merupakan negara yang cukup kaya dengan sumber daya alam. Timur
Tengah terkenal sebagai negeri-negeri “ petrodollar ” , negeri Muslim Afrika
yang cukup kaya raya dengan berbagai mineral atau mereka yang terletak di
daerah Khatulistiwa, sebagai negara tropis yang juga kaya dengan sumber daya
alam.
Itu
semua merupakan kekuatan besar bagi kemajuan negeri-negeri Muslim tersebut,
bila mereka memiliki kapabilitas untuk menggarap secara optimal namun tetap
memperhatikan aspek lingkungan. Namun yang terjadi, kekayaan ini justru telah “ memanjakan ” mereka sehingga kekayaan
alam ini justru banyak dinikmati oleh negara- negara barat yang memiliki
kemampuan lebih dibidang sains dan teknologi. Akibatnya , kemakmuran yang itu
menjadi milik kaum Barat.( 279-282 )
2.
To
Generak Knowledge
Kelemahan
dunia pendidikan Islam berikutnya adalah sifat ilmu pengetahuannya masih
terlalu general/ umum dan kurang memperhatikan kepada upaya penyelesaian
masalah ( problem-solving ). Produk –produk yang dihasilkan cenderung kurang
membumi dan kurang selaras dengan dinamika masyarakatnya. Syed H.Alatas
menyatakan bahwa , kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan ,
mendefinisikan, menganalisis dan selanjutnya mencari jalan keluar / pemecahan
masalah tersebut merupakan karakter dan sesuatu yang mendasar kualitas sebuah
intelektual. Ia menambahkan , ciri terpenting yang membedakan dengan non-
intelektual adalah tidak adanya kemauan untuk berfikir dan ketidakmampuan untuk
melihat konsekuensinya.
3.
Lack
of Spirit of Inquiry
Persoalan
besar lainnya yang menjadi faktor penghambat kemajuan dunia pendidikan Islam
adalah rendahnya semangat untuk melakukan penyelidikan / penelitian. Syed
Hussein Alatas merujuk kepada pernyataan the
spiritus rector dari modernisme Islam, al-Afghani menganggap rendahnya “the intellectual spirit”( semangat
intelektual ) menjadi salah satu faktor terpenting yang menyebabkan kemunduran
Islam di Timur Tengah. Hal tersebut masih diperarah dengan semangat untuk
menyelidiki / meneliti, rasa cinta untuk mencari ilmu, dan penghormatan
terhadap ilmu pengetahuan serta ilmu rasional tidak berkembang luas di
negara-negara berkembang.
Dalam
masyarakat Muslim dimana lembaga-lembaga pendidikan tinggi memiliki akar kuat
terhadap cara-cara belajar hafalan , isi (
content ) dari sains-sains positif yang diadopsi dari Eropa tetap diajarkan
dengan model yang sama ( hafalan ), ayat al-qur’an dipelajari dengan hati sebab
ayat-ayat tersebut adalah sempurna dan tidak untuk diselidiki apa yang
terkandung didalamnya ( not to be
inquired into ). [16]
F. Sikap
dalam menghadapi Globalisasi
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi , melahirkan alat transportasi dan komunikasi
yang canggih , yang tidak ada pada masa - masa lalu. Transportasi darat, laut, dan udara
mempercepat hubungan antar manusia dari suatu tempat ke tempat lain, terutama
pesawat terbang. Dalam bidang informasi, dengan ditemukan telepon, telepon
genggam , komputer lewat internet, faksimile, televisi, teleconference, maka
komunikasi hanya dalam hitungan detik saja lagi. Dalam waktu yang bersamaan
suatu peristiwa yang terjadi dibelahan bumi, ini, maka di belahan bumi lainnya
berita ini telah diketahui , bahkan telah bisa dilihat di gambar dan fotonya
secara langsung. Hal ini menyebabkan dunia saat sekarang ini tanpa batas. kong
sudah hidup tanpa sekat-sekat , dan sudah seolah-olah menyatu. Inilah dunia
kita sekarang ini, tidak dapat di hindarkan terjadinya kompetisi dan persaingan
budaya antara suatu kelompok masyarakat yang terkadang di menangkan oleh suatu
budaya tertentu. , atau terbentuk budaya baru yang dijadikan sebagai budaya
bersama. Maka dari itu, perlu ada pendidikan kepribadian yang mantap bagi anak-
anak Muslim Indonesiayang memunculkan kepribadian masing-masing yang merekaa
itu tidak larut dan meleburkan diri terhadap budaya negatif yang ditimbulkan oleh
globalisasi.
Dalam
hal ini globalisasi membawa dampak positif dan negatif , maka selayaknya kita
bersikap mengambil yang positif dan menjauhi yang negatif. Dengan cara menjauhi yang negatif yaitu
penerapan nilai-nilai ke dalam kepribadian peserta didik. Nilai-nilai itu berasal
dari nilai-niali agama dan budaya. Sikap
kita yaitu mengambil mana yang positif dan bermanfaat , menjauhi yang negatif
yang merusak akhlak. Bagaimana sikap
pendidikan yang diambil oleh pendidikan Islam ?pendidikan islam harus bisa
merancang dengan menyelenggarakan program pendidikan nilai kepada peserta didik
nya sehingga mereka mempunyai sikap dan pandangan hidup yang jelas dalam
menghadapi globalisasi , sehingga tidak larut dan terbawa arus globalisasi. [17]
[1]Umiarso dan Nur Zazin, Pesantren
di Tengah Arus Mutu Pendidikan ( Semarang : Rasail Media Group, 2011)
[2] Haidar Putra Daulay dan Nurgaya
Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan
Sejarah, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group , 2013 ) , hlm. 3
[3] Slamet Untung, menelusuri metode pendidikan ala
Rasulullah , ( Semarang : Pustaka Rizki Putra , 2007 ), hlm. 3- 5
[4]Umiarso dan Nur Zazin, Pesantren
di Tengah Arus Mutu Pendidikan ( Semarang : Rasail Media Group, 2011 ),
hlm. 9-10
[5] Yasmadi , Modernisasi Pesantern , ( Jakarta : Ciputat Press, 2002 ), hlm. 141-142
[6] Abudidin
Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam,
( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012 ), hlm.2
[7] Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah,
( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013 ) , hlm. 195-196
[8] Ahmad Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, ( Malang : UIN-Malang Press, 2008 ), hlm.257-274
[9] Ahmad Fatah Yasin, Pengembangan Sumber Daya Manusia di Lembaga Pendidikan Islam, (
Malang: UIN-Maliki Press, 2011 ), hlm. 6-8
[10] Wina Sanjaya, pembelajaran
dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi
, ( Jakarta : Kencana, 2005 ) hlm.
5
[11] Ahmad
Fatah Yasin, Pengembangan Sumber Daya
Manusia di Lembaga Pendidikan Islam, ( Malang: UIN-Maliki Press, 2011
), hlm. 32 - 33
[12] Tandziduhu Ndraha, Manegement Perguruan Tinggi, ( Jakarta :
Bina Aksara, 1998 ) , hlm. 43
[13] Abudidin Nata, Kapita
Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012 ),
hlm. 7 - 10
[14] Abudidin Nata, Kapita
Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012 ),
hlm. 10- 13
[15] Abudidin Nata, Kapita
Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012 ),
hlm. 13- 17
[16] Ismail,dkk. Paradigma Pendidikan Islam, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001 )
hlm. 279-284
[17] Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah,
( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013 ) , hlm. 236- 237
Tidak ada komentar:
Posting Komentar