salju

Rabu, 07 Januari 2015

Tantangan Pendidikan Islam di Era Modernisasi dan Globalisasi

Tantangan Pendidikan Islam di Era Modernisasi dan Globalisasi
       I.            Pendahuluan
Memasuki era milenium baru yang disebut dengan era globalisasi. adanya globalisasi tersebut , maka problematika  yang di hadapi oleh seluruh manusia semakin kompeks dan meluas. Bahkan globalisasi telah menimbulkan kaburnya batas-batas definitif antar negara sehingga menjadi terbuka dan transparan, sehingga timbul pergeseran nilai – nilai dalam individu itu sendiri yang membawa dampak baik  positif ataupun negatif. Maka dari itulah tantangan bagi kita semua terutama dalam dunia pendidikan islam. Dimana modernisasi dan globalisasi membawa pengaruh yang sangat signifikan, karena di era yang modern ini , semua dapat dengan mudah di dapatkan dalam segala hal.
Munculnya arus modernisasi dan globalisasi disebabkan karena perkembangan dari teknologi  yang semakin canggih, kemajuan bidang ekonomi, dan pesatnya sarana informasi.  Kemajuan Zaman yang semakin pesat membawa implikasi dan pengaruh yang positif sekaligus negatif. Kebudayaan negara- negara Barat yang cenderung mengedepankan rasionalitas, yang akhirnya cenderung untuk menerima perilaku dan menerima keyakinannya tidak lewat ajaran agama tetapi lewat pertimbangan rasionalitas dan hal- hal yang bersifat praktis.
Pada hal ini, pendidikan yang merupakan media untuk mengubah atau mengkonstruksi manusia seutuhnya tidak terkecuali pendidikan di Indonesia yang berorientasi pada pragmatisme, yang mengarahkan kepada kepentingan Sumber Daya Manusia ( SDM ) yang berkualitas. Ini menunjukkan betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembangunan Sumber Daya Manusia ( SDM ) dan juga pengembangan watak bangsa .[1]
    II.            Rumusan Masalah
A.  Apa Pengertian Pendidikan Islam ?
B.  Bagaimana Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam ?
C.  Bagaimana Landasan Historis Modernisasi Pendidikan Islam ?
D.  Bagaimana Pendidikan Islam di Era Globalisasi ?
E.   Apa Saja Tantangan Pendidikan Islam di Era Modernisasi dan Globalisasi ?
F.   Bagaimana Sikap dalam menghadapi Globalisasi ?

 III.            Pembahasan
A.    Pengertian Pendidikan Islam
Adapun pengertian pendidikan Islam , bisa ditinjau dari sempit dan luas. Pengertian sempit adalah suatu bentuk usaha yang dilakukan untuk pentransferan atau penyaluran ilmu ( knowledge ) , nilai ( value ) dan ketrampilan  ( skill ) berdasarkan ajaran Islam dari seorang pendidik terhadap seorang yang didiknya, guna terbentuk pribadi Muslim yang seutuhnya atau sesungguhnya. Hal ini lebih bersifat proses pembelajaran , dimana ada pendidik, peserta didik dan ada bahan ( materi ) yang disampaikan dengan ditunjang dengan alat-alat yang digunakan.
Sedangkan pendidikan Islam dalam arti luas, tidak hanya terbatas kepada proses penyaluran yang mencangkup tiga ranah di atas, akan tetapi mencangkup sejarah, pemikiran dan lembaga. Dengan demikian, terdapat kajian tentang sejarah pendidikan Islam, pemikiran pendidikan Islam, lembaga pendidikan Islam, dan lain-lain. [2]
Pendidikan yang dilaksanakan oleh Rasulullah berhasil membina individu- individu yang beriman, berakhlak, berpengetahuan dan memilik sensitifitas yang tinggi terhadap keadaan lingkungan masyarakat. Berdasarkan modal inilah Rasulullah berhasil merubah sistem kemasyarakatan jahiliyah menjadi sistem kemasyarakatan yang islami. Ditinjau dari proses social change , perubahan sosial pada zaman nabi dimulai dari perubahan pada diri manusia yang mencangkup keimanan, akhlak, pengetahuan, dan perilaku.
Hal ini menandakan data-data ilmiah yang membuktikan dan menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw merupakan seorang pendidik yang mempunyai peran penting  ( krusial ) dalam proses transmisi ilmu pengetahuan pada masanya. Dalam pengertian hal ini berarti bagaimana Nabi Muhammad Saw melakukan proses pendidikan dan pencerdasan umatnya melalui manhaj pendidikannya yang spesifik.
Ditengah masyarakat Muslim yang baru lahir, pendidikan pada periode Nabi memiliki peranan penting dan menentukan bagi eksistensi pendidikan pada saat itu dapat dilihat dari adanya kebutuhan untuk menanamkan , menumbuhkan, dan mentransformasikan nilai- nilai Islam kepada individu-individu Muslim yang baru lepas dari lingkaran kultur jahiliyyah. [3]
B.     Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
Secara historis, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang dikembangkan secara indigenous oleh masyarakat Indonesia. Karena sebenarnya pesantren merupakan produk budaya masyarakat Indonesia yang sadar sepenuhnya akan pentingnya arti sebuah pendidikan bagi orang pribumi yang tumbuh secara natural. Nurcholish Madjid mengatakan bahwa dari segi historis , pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Pesantren juga dianngap sebagai satu-satunya sistem pendidikan di Indonesia yang menganut sistem tradisional. Sebagaiman dikatakan Ulil Abshar Abdalah bahwa pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang mewarisi tradisi intelektual tradisional. [4]
C.     Landasan Historis Modernisasi Pendidikan Islam
Daya nalar dan kreativitas berpikir siswa tidak mendapat temoat yang wajar dalam orientasi pendidikan pesantren, dan lembaga pendidikan Islam pada umumnya. Modernisasi pendidikan yang digagaskan Nurcholish Madjid pada dasarnya mengacu pada penumbuhan metode berfifkir filosofis, dan membangkitkan kembali etos keilmuan Islam yang pada masa klasik Islam telah memperlihatkan hasil yang cukup  gemilang. Sebaagai landasan historis, modernisasi pendidikan berangkat pada penelaahan kembali kejayaan umat Islam pada masa klasik.
1.    Metode Berfikir Filosofis
Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan keilmuan dan keahlian pada masa klasik tidak terlepas dari sikap kaum muslim yang memandang hidup serba optimis. Oleh sebab itu, kalangan muslim klasik misalnya, dengan tegas tidak dapat menerima kisah-kisah Yunani yang serba pesimis, tragis, dan cenderung kurang harapan pada dunia dan kehidupan.
Kisah – kisah itu yang merupakan karya sastra Yunani dinilai tidak memiliki pengaruh positif pada kehidupan mereka, karena secara sadar orang – orang muslim klasik tidak dapat menerima lakon, penuturan yang penuh tahayul, mitologi, serta kepercayaan palsu lainnya.
Berbeda dengan bangsa Yunani yang sibuk dengan drama dan tragedi, para sarjana Islam menekuni masalah teknik dan teknologi, karena itu mereka amat menonjol dalam ilmu-ilmu empiris, seperti kedokteran, astronomi, pertanian, ilmu bumi, ilmu ukur ( handasah ), ilmu bangunan, dan lain-lain. Inilah dampak positif dari sikap penuh harapan kepada hidup yang mengejala waktu itu, sehingga para sarjana Islam klasik merintis jalan ke arah perbaikan nyata kehidupan duniawi dengan menerapkan berbagai teori ilmiah.
Berbeda dengan kondisi umat Islam klasik, mayoritas muslim sekarang terutama Indonesia yang menganut paham Asy’ari dan bermazhab fiqh Syafi’i justru memusuhi filsafat. Filsafat yang dianggap datang dari Barat mereka klaim sebagai kerangka  keilmuan yang keluar dari paham Islam yang benar.
Lenyapnya tradisi iptek dikalangan muslim pada umumnya bukanlah sebab dari Islamnya , tetapi terletakpada sikap muslim itu sendiri yang menjadikan Islam sebagai memusuhi iptek. Ajaran islam dengan jelas menunjukkan adanya hubungan yang organik anatar ilmu dan iman. Hubungan organik itulah kemudian yang dibuktikan dalam sejarah Islam klasik, ketika kaum muslim memiliki jiwa kosmopolitan yang sejatai. Kemudian keadaan jadi berbalik, ilmu pengetahuan Islam mulai mengalir dan pindah ke Barat dan setelah menguncangkan dunia Barat selaama dua atau tiga abad , ilmu pengetahuan Islam akhirnya dapat mereka akomodasi, dengan cara antara lain memisahkan ilmu dari iman ( Kristen ) karena memang tidak ada hubungan organik antara keduanya. Pada abad ke – 16 ilmu pengetahuan bangsa-bangsa Barat sudah lebih unggul dari pada ilmu pengetahuan kaum muslim.[5]
D.    Pendidikan Islam di Era Globalisasi
Munculnya berbagai kecenderungan dalam era globalisasi tersebut merupakan tantangan dan sekaligus menjadi peluang jika mampu dihadapi dan dipecahkan dengan arif dan bijaksana, yaitudengan cara merumuskan kembali berbagai komponen pendidikan : visi, misi, tujuan , kurikulum, proses belajar mengajar dan sebagainya.
Menghadapi keadaan yang demikian itu dunia pendidikan pada umumnya dan pendidikan Islam pada khususnya kini berada di persimpangan jalan , yakni antara jalan untuk mengikuti tarikan eksternal sebagai pengaruh era globalisasi, atau tarikan internal yang merupakan misi utama pendidikan yaitu membentuk manusia seutuhnya, yaitu manusia yang terbina seluruh potensinya secara seimbang. [6]
Era kebangkitan pendidikan Islam itu bertepatan pula dengan munculnya globalisasi. Masyarakat  manusia telah menjadi masyarakt global, batas-batas wilayah semakin memudar, komunikasi sangat lancar dan informasi dalam hitungan detik telah dapat berkembang dan tersebar di dunia.
Kejadian apa yang terjadi di sebuah tempat di ujung dunia, maka dalam waktu hitungan detik telah diketahui dengan sempurna pada ujung dunia lainnya. Gaya hidup manusia sudah mendunia.
Pendidikan Islam dapat diartikaan sebagai upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk membentuk kepribadian peserta didik sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai Islami(Islamicvalues). Didalam rangka untuk mengimplementasikan pendidikan Islam tersebut diperlukan perangkat-perangkatnya, seperti : tujuan, lembaga, kurikulum, pendidik, metode dan evaluasi. [7]
Kegiatan pendidikan pada hakikatnya adalah diarahkan untuk penyiapan peserta didik dalam menghadapi lingkungan hidup yang selalu mengalami perubahan. Melalui pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat. Mengingat pentingnya fungsi dan tujuan pendidikan juga telah dinyatakan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Maka dari itu,  agar  tujuan pendidikan dapt dicapai akan pendidikan hendaknya dikelola secara provesional dengan manajemen yang baik dan oleh tenaga-tenaga yang mempunyai motivasi kerja tinggi , termasuk didalamnya adalah lembaga pendidikan Islam.
Dalam hal ini, pandangan pokok mengenai proses pendidikan sepanjang hidup adalah berlangsung dijalur formal, informal, maupun non-formal, tergantung pada manusia itu menjalani kehidupan. Lembaga pendidikan Islam masuk dalam kategori lembaga pendidikan formal dan sangat memungkinkan untuk dapat dijadikan sebagai proses pengembangan kualitas SDM Indonesia.[8]
Suatu lembaga pendidikan pada dasarnya adalah upaya pelembagaan dan formalitas pendidikan sehingga kegiatan, fungsi, dan proses pendidikan dalam suatu masyarakat bisa berlangsung secara lebih terencana , sistematis, berjenjang dan profesional. [9]
Wina Sanjaya menjelaskan bahwa kurikulum pada hakikaknya adalah rencana atau sebuah program kegiatan yang diatur dan diarahkan secara sistematis oleh sekolah untuk mencapai tujuan.[10]  Dimana kurikulum disusun dan dikembangkan sesuai dengan tingkat pendidikan , untuk mencapai tujuan pendidikan ansional sekaligus dalam rangka mencapai tujuan NKRI , maka dari itu sangat diperlukan adanya manajemen kurikulum sebagai bagian dari sistem pendidikan. [11]
Tenaga kependidikan berupa pendidik ( guru ). Dimendi pendidik merupakan faktor penting dalam kegiatan pendidikan. Kegiatan pendidikan pada dasarnya selalu terkait dengan pendidik dan peserta didik. Pendidikan yang dalam praktiknya dilaksanakan melalui proses kegiatan belajar-mengajar telah melibatkan empat pihak yang berkaitan secara lagsung maupun tidak langsung, yaitu : pertama, pihak yang berusaha melaksanakan kegiatan pendidikan( belajar – mengajar ), kedua pihak yang berusaha belajar,        ketiga  pihak yang merupakan sumber belajar, dan  keempat pihak yang berkepentingan atas hasil ( outcome ) proses belajar mengajar. [12]
1.      Pendidikan Islam
Sejak awal kedatangannya ke Indonesia , pada abad ke – 6 M, Islam telah mengambil peran yang amat signifikan dalam kegiatan pendidikan. Peran ini dilakukan , karena beberapa pertimbangan yaitu :
Pertama, Islam memiliki karakter sebagai agama dakwah dan pendidikan. Dengan karakter ini, maka Islam dengan sendirinya berkewajiban mengajak, membimbing, dan membentuk kepribadian umat manusia sesuai dengan nilai – nilai ajaran Islam.
Kedua , terdapat hubungan simbiotik fungsional antara ajaran Islam dengan kegiatan pendidikan. Dari satu sisi Islam memberikan dasar bagi perumusan Visi, misi, tujuan dan berbagai aspek pendidikan, sedangkan dari sisi lain, Islam membutuhkan pendidikan sebagai sarana yang strategis untuk menyampaikan nilai dan praktik ajaran Islam kepada masyarakat. Adanya penduduk Indonesia yang mayoritas beragama  Islam  adalah sebagai bukti keberhasilan pendidikan dan dakwah Islamiyah.
Ketiga , Islam melihat bahwa pendidikan merupakan sarana yang paling strategis untuk mengangkat harkat martabat manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Itulah sebabnya tidak mengherankan , jika ayat 1-5 surat Al- ‘alaq sebagai ayat Al- Qur’an yang pertama kali diturunkan telah menagndung isyarat tentang pentingnya pendidikan . Ayat 1 - 5 surat Al- ‘alaq tersebut artinya “ Bacalah dengan ( menyebut ) nama Tuhanmu. Yang telah menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu yang Maha Mulia. Yang telah mengajarkan manusia dnegan pena. Ia mengajarkan tentang segala sesuatu yang belum diketahuinya.” Pada ayat tersebut paling kurang terdapat lima aspek pendidikan :
a)    Aspek proses dan metodologinya , yaitu membaca dalam arti yang seluas- luasnya , yaitu mengumpulkan informasi,  memahami, mengklasisikasi, atau mengategorisasi, membandingkan, menganalisis, menyimpulkan dan memverifikasi
b)   Aspek guru yang dalam hal ini , Allah swt
c)    Aspek murid yang dalam hal ini Nabi Muhammad saw dan umat manusia
d)   Aspek sarana prasarana yang dalam hal ini diwakili oleh kata qalam ( pena ), dan 
e)    Aspek kurikulum , yang dalam hal ini segala sesuatu yang belum diketahui manusia ( maa lam ya’ lam ) . kelima hal tersebut merupakan aspek atau komponen utama alam kegiatan pendidikan.
Sesuai dengan perkembangan dan tuntunan zaman, pendidikan Islam telah menampilkan dirinya sebagai pendidikan yang fleksibel , responsif, sesuai dengan perkembangan zaman, berorientasi ke masa depan , seimbang, berorientasi pada mutu yang unggul, egaliter, adil, demokratis, dinamis dan seterusnya. Sesuai dengan sifat dan karakternya yang demikian itu, pendidikan Islam senaniasa mengalami inovasi dari waktu ke waktu yaitu mulai dari sistem dan lembaganya yang paling sederhana seperti pendidikan di rumah, surau, langgar, masjid, majelis ta’lim, pesantren, madrasah, sampai kepada perguruan tinggi yang modern. Inovasi pendidikan Islam juga terjadi hampir pada seluruh aspeknya, seperti kurikulum, proses belajar mengajar, tenaga pengajar, sarana prasarana, manajemen, dan lain sebagainya. Melalui inovasi tersebut , kini pendidikan Islam yang ada di seluruh dunia ( termasuk Indonesia ) amat beragam, baik dari segi jenis, tingkatan, mutu, kelembagaan, dan lain sebgainya. Kemajuan ini terjadi karena usaha keras dari umat Islam melalui para tokoh pendiri dan pengelolaannya, serta pemerintah pada setiap negara. [13]
2.      Era Globalisasi
Era globalisasi dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang ditandainya oleh adanya penyatuan politik, ekonomi, sosial, budaya , ilmu pengetahuan , teknologi, informasi, dan lain sebagainya.yang terjadi antara satu negara dengan negara lainnya, tanpa menghilangkan identitasnya masing – masing. Penyatuan ini terjadi berkat kemajuan teknologi informasi  ( TI ) yang dapat menghubungkan atau mengkomunikasikan setiap isu yang ada pada suatu negara dengan negara lain.
Bagi umat Islam, era globalisasi dalam arti tukar menukar dan transmisi ilmu pengetahuan , budaya, peradaban, dan sebagainay sebagaiman tersebut diatas , sesungguhnya bukanlah hal baru. Di zaman klasik ( abad ke -6 s/d 13 M ) , uamt Islam telah membangun hubungan dan komunikasi yang intens dan efektif dengan berbagai pusat peradaban dan ilmu pengetahuan yang ada di dunia, seperti India, Cina, Persia, Romawi, Yunani, dan sebagainya. Hasil dari komunikasi ini  umat Islam telah mencapai kejayaan bukan hanya dalam bidang ilmu agama Islam saja, melainkan juga dalam bidang ilmu pengetahuan umum, kebudayaan dan peradaban, yang warisannya masih dapat dijumpai hingga saat ini seperti di India, Spanyol, Persia, Turki, dan sebagainya.
Selanjutnya di zaman pertengahan ( abad ke-13 s/d 18 M ) umat Islam telah membangun hubungan dengan Eropa dan Barat. Pada saat itu umat Islam memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan Eropa dan Barat. Beberapa penulis Barat seperti W.C Smith, dan Thomas W. Arnold misalnya mengakui bahwa kemajuan yang dicapai dunia Eropa dan Barat saat ini karena sumbangan dari kemajuan Islam. Pada zaman pertengahan itu, umat Islam hanya mementingkan ilmu agama saja, sementara ilmu pengetahuan seperi matematika, astronomi, sosiologi, kedokteran dan lainnya tidak dipentingkan, dan dibiarkan untuk diambil oleh barat.  Pada zaman ini Eropa dan Barat mulai bangkit mencapai kemajuan, sementara umat Islam berada dalam keterbelakangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban.
Di zaman modern ( abad ke-19 sampai dengan sekarang ) hubungan Islam dengan dunia Eropa dan Barat terjadi lagi. Pada zaman ini timbul kesadaran dari umat Islam untuk membangun kembali kejayaannya dalam bidang ilmu pengetahuan , teknologi dan peradaban melalui berbagai lembaga pendidikan , pengkajian, dan penelitian. Umat Islma mulai mempelajari berbagai kemajuan yang dicapai oleh Eropa dan Barat, dengan alasan bahwa apa yang dipelajari dari Eropa dan Barat itu sesungguhnya mengambil kembali apa yang dahulu dimiliki umat Islam.
Namun  demikian, hubungan Islam dengan Eropa dan Barat pada zaman modern ini keadaannya berbeda dengan hubungan Islam pada zaman klasik dan pertengahan sebagaimana tersebut diatas.
Di zaman klasik dan pertengahan umat Islam dalam keadaan maju atau hampir menurun , sedangkan Eropa dan Barat dalam keadaan terbelakang dan mulai bangkit. Keadaan Eropa dan Barat saat ini berada dalam kemajuan , sedangkan keadaan umat Islam berada dalam ketertinggalan. Tidak hanya itu saja, kedaaan saat ini dunia telah dipenuhi oleh berbagai faham ideologi yang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam, seperti ideologi kapitalisme, materialisme, naturalisme,pragmatisme, liberalisme bahkan ateisme yang secara keseluruhan hanya berpusat pada kemauan manusia ( anthropo – centris ) . hal ini berbeda dengan karakteristik keseimbangan ajaran Islam yang memadukan antara berpusat pada manusia ( anthoropo – centris ) dan berpusat pada Tuhan ( theo – centris ). [14]
E.     Tantangan Pendidikan Islam
Tantangan pendidikan Islam saat ini jauh berbeda denagn tantangan pendidikan Islam sebagaimana yang terdapat pada zaman klasik dan pertengahan. Baik secara internal maupun eksternal tantangan pendidikan Islam di zaman klasik dan pertengahan cukup berat, namun secara psikologis dan ideologis lebih mudah diatasi.
Secara internal umat Islam pada masa klasik masih fresh ( segar ) . masa kehidupan mereka dengan sejarah ajaran Islam, yakni Al- Qur’an dan Al- Sunnah masih dekat, dan semangat militansi dalam berjuang memajukan Islam masih amat kuat . sedangkan secara eksternal , umat Islam belum menghadapi ancaman yang serius dari negara- negara lain, mengingat keadaan negara- negara lain ( Eropa da Barat ) masih belum bangkit dan maju seperti sekarang.
Tantangan pendidikan Islam di zaman sekarang selain menghadapi pertarungan ideologi-ideologi besar duna sebagimana tersebut diatas, juga menghadapi berbagai kecenderungan yang tak ubahnya seperti badai besar      ( turbulance ) atau tsunami. Menurut Daniel Bell, di era globalisasi saat ini keadaan dunia ditandai oleh lima kecenderungan yaitu :
1)      Kecenderungan integrasi ekonomi yang menyebabkan terjadinya persaingan bebas dalam dunia pendidikan.
Karena menurut mereka, dunia pendidikan juga termasuk diperdagangkan , maka dunia pendidikan saat ini juga dihadapkan pada logika bisnis. Munculnya konsep pendidikan yang berbasis pada sistem dan infrastruktur , manajemen berbasis mutu terpadu     ( Total Quality Management / TQM ) , Inter –preneur University dan lahirnya Undang - Undang Badan Hukum Pendidikan ( BHP ) tidak lain, karena menempatkan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan. Penyelenggaraan pendidikan saat ini tidak hanya ditujukan untuk mencerdaskan bangsa , memberdayakan manusia atau mencetak manusia yang saleh, melainkan untuk menghasilkan manusia-manusia yang Economic minded, dan penyelenggaraannya untuk mendapatkan keuntungan material.
2)      Kecenderungan fragmentasi politik yang menyebabkan terjadinya peningkatan tuntutan dan harapan dari masyarakat. Mereka semakin membutuhkan perlakuan yang adil , demokratis, egaliter, transparan, akuntabel, cepat, tepat, dan profesional. Mereka ingin dilayani dengan baik dan memuaskan. Kecenderungan ini terlihat dari adanya pengelolaan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah ( school based management ), pemberian peluang kepada komite atau majelis sekolah / madrasah untuk ikut dalam perumusan kebijakan dan program pendidikan , pelayanan proses belajar mengajar yang lebih memberikan peluang dan kebebasan kepada peserta didik, yaitu model belajar mengajar yang partisipatif, aktif, inovatif, kreaatif, efektif dan menyenangkan         ( Paikem ) .
3)      Kecenderungan penggunaan teknologi canggih  ( sofisticated technology ) khususnya Teknologi Komunikasi dan Informasi        ( TKI ) seperti komputer. Kehadiran TKI ini menyebabkan terjadinya tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan pelayanan cepat, transparan, tidak dibatasi waktu dan tempat. Teknologi canggih ini juga telah masuk ke dalam dunia pendidikan , seperti pelayanan administrasi pendidikan, keuangan, proses belajar mengajar. Melalui TKI ini para peserta didik atau mahasiswa dapat melakukan pendaftaran kuliah atau mengikuti kegiatan belajar dari jarak jauh ( distance-learning ). Sementara itu , peran dan fungsi tenaga pendidik juga bergeser menjadi semaacam fasilitator, katalisator, motivator, dan dinamisator. Peran pendidikan saat ini tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pengetahuan ( agent og knowledge ). Keadaan ini pada gilirannya mengharuskan adanya model pengelolaan pendidikan yang berbasis Teknologi Komunikasi dan Informasi ( TKI ).
4)      Kecenderungan interdependency ( kesalingtergantungan ), yaitu suatu keadaan dimana seseorang baru dapat memenuhi kebutuhannya apabila dibantu oleh orang lain. Berbagai siasat dan strategi yang dilakukan negara- negara maju untuk membuat negara-negar berkembang bergantung kepadanya demikian terjadi secara intensif. Berbagai kebijakan politik hegemoni seperti yang dilakukan Amerika Serikat misalnya, tidak terlepas dari upaya menciptakan ketergantungan  negara sekutunya. Ketergantungan inni juga terjadi di dunia pendidikan . adanya badan akreditasi pendidikan baik pada tingkat nasional maupun internasional, selain dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan , juga menunjukkan ketergantungan lembaga pendidikan terhaadap pengakuan dari pihak eksternal. Demikian pula munculnya tuntutan dari masyarakat agar peserta didik memiliki ketrampilan dan pengalaman praktis, menyebabkan dunia pendidikan membutuhkan atau tergantung pada peralatan praktikum dan magang. Selanjutnya , kebutuhan lulusan pendidikan terhadap lapangan pekerjaannya, menyebabkan ia bergantung kepada kalangan pengguna lulusan.
5)      Kecenderungan munculnya penjajahan baru dalam bidang kebudayaan ( new colonization in culture ) yang mengakibatkan terjadinya pola pikir ( mindset ) masyarakat pengguna pendidikan, yaitu dari semula mereka belajar dalam rangka meningkatkan kemampuan intelektual , moral, fisik dan psikisnya, berubah menjadi belajar untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang besar. Tidak hanya itu, kecenderungan penjajahan baru dalam bidang kebudayaan juga telah menyebabkan munculnya budaya pop atau budaya urban, yaitu budaya yang serba hedonistik , materialistik, rasional, ingin serba cepat, praktis, pragmatis dan instan. Kecenderungan budaya yang demikian itu menyebabkan ajaran agama yang bersifat normatif dan menjanjikan masa depan yang baik  ( diakhirat ) kurang diminati. Mereka menuntut ajaran agama yang sesuai dengan budaya urban. Dalam demikian , tidak mengehrankan jika mata pelajaran agama yang disajikan secara normatif  dan konvensional menjadi tidak menarik dan ketinggalan zaman. Keadaan ini mengharuskan para  guru atau ahli agama untuk melakukan reformulasi, reaktualisasi, dan kontekstualisasi terhadap ajaran agama, sehingga ajran agama tersebut akan terasa efektif dan transformatif. [15]
Selain itu beberapa problem utama yang mewarnai atmosfer dunia pendidikan Islam pada umumnya setidaknya dapat di klasifikasikan dalam lima hal. Jika dianalisis , maka dapat disimpulkan bahwa problem-problem tersebut merupakan rangkaian yang saling kait mengait dan berjalan secra beriringan.
Persoalan – persoalan tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Dichotomic
Masalah yang besar yang dihadapi dunia pendidikan Islam adalah dikhotomi dalam beberapa aspek yaitu antara ilmu agama dengan ilmu umum, antara wahyu dengan akal serta antara wahyu dengan alam. Munculnya problem dikhotomi dengan segala perdebatannya telah berlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini mulai tampak pada masa- masa pertengahan . Rahman dalam melukiskan watak ilmu pengetahuan Islam pada zaman pertengahan menyatakan bahwa  muncul persaingan yang tak pernah berhenti antara Hukum dan theologi untuk mendapat julukan sebagai ‘ mahkota semua ilmu’ . tetapi penutupan pintu ijtihad  ( yakni pemikiran orisinal dan bebas ) yang berlangsung selama abad 4H/ 10 M dan 5H/11M telah membawa kepada kemandegan umum baik ilmu hukum maupun ilmu intelektual.  
Masih tentang potret pendidikan Islam di Arab, pandangan dikhotomik ini berdampak cukup luas terhadap aspek-aspek lain. Tibawi mencatat munculnya ketidakseimbangan antara jumlah siswa pria dan wanita di semua jenjang , antara kuantitas dan kualitas pendidikan kejuruan praktis dengan pendidikan Abstrak Teoritis dalam sistem tersebut, dan akhirnya mungkin lebih serius adalah antara kuantitas dan kualitas pendidikan di perkotaan ksedengan di pedesaan. Persoalan besar dari ketidakseimbangan itu adalah anggapan masyarakat yang negatif ( social prejudice ) yang masih melekat tentang kehadiran atau keberadaan pendidikan bagi kaum wanita.
Aspek lain yang cukup menjadi perhatian pada era sekarang adalah isu lingkungan . Banyak dari negara-negara Muslim kalau tidak biasa dikatakan semua merupakan negara yang cukup kaya dengan sumber daya alam. Timur Tengah terkenal sebagai negeri-negeri “ petrodollar ” , negeri Muslim Afrika yang cukup kaya raya dengan berbagai mineral atau mereka yang terletak di daerah Khatulistiwa, sebagai negara tropis yang juga kaya dengan sumber daya alam.
Itu semua merupakan kekuatan besar bagi kemajuan negeri-negeri Muslim tersebut, bila mereka memiliki kapabilitas untuk menggarap secara optimal namun tetap memperhatikan aspek lingkungan. Namun yang terjadi, kekayaan ini justru telah     “ memanjakan ” mereka sehingga kekayaan alam ini justru banyak dinikmati oleh negara- negara barat yang memiliki kemampuan lebih dibidang sains dan teknologi. Akibatnya , kemakmuran yang itu menjadi milik kaum Barat.( 279-282 )
2.    To Generak Knowledge
Kelemahan dunia pendidikan Islam berikutnya adalah sifat ilmu pengetahuannya masih terlalu general/ umum dan kurang memperhatikan kepada upaya penyelesaian masalah ( problem-solving ). Produk –produk yang dihasilkan cenderung kurang membumi dan kurang selaras dengan dinamika masyarakatnya. Syed H.Alatas menyatakan bahwa , kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan , mendefinisikan, menganalisis dan selanjutnya mencari jalan keluar / pemecahan masalah tersebut merupakan karakter dan sesuatu yang mendasar kualitas sebuah intelektual. Ia menambahkan , ciri terpenting yang membedakan dengan non- intelektual adalah tidak adanya kemauan untuk berfikir dan ketidakmampuan untuk melihat konsekuensinya.
3.    Lack of Spirit of Inquiry
Persoalan besar lainnya yang menjadi faktor penghambat kemajuan dunia pendidikan Islam adalah rendahnya semangat untuk melakukan penyelidikan / penelitian. Syed Hussein Alatas merujuk kepada pernyataan the spiritus rector dari modernisme Islam, al-Afghani menganggap rendahnya “the intellectual spirit”( semangat intelektual ) menjadi salah satu faktor terpenting yang menyebabkan kemunduran Islam di Timur Tengah. Hal tersebut masih diperarah dengan semangat untuk menyelidiki / meneliti, rasa cinta untuk mencari ilmu, dan penghormatan terhadap ilmu pengetahuan serta ilmu rasional tidak berkembang luas di negara-negara berkembang.
Dalam masyarakat Muslim dimana lembaga-lembaga pendidikan tinggi memiliki akar kuat terhadap cara-cara belajar hafalan , isi ( content ) dari sains-sains positif yang diadopsi dari Eropa tetap diajarkan dengan model yang sama ( hafalan ), ayat al-qur’an dipelajari dengan hati sebab ayat-ayat tersebut adalah sempurna dan tidak untuk diselidiki apa yang terkandung didalamnya ( not to be inquired into ). [16]

F.      Sikap dalam menghadapi Globalisasi
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi , melahirkan alat transportasi dan komunikasi yang canggih , yang tidak ada pada masa - masa lalu.  Transportasi darat, laut, dan udara mempercepat hubungan antar manusia dari suatu tempat ke tempat lain, terutama pesawat terbang. Dalam bidang informasi, dengan ditemukan telepon, telepon genggam , komputer lewat internet, faksimile, televisi, teleconference, maka komunikasi hanya dalam hitungan detik saja lagi. Dalam waktu yang bersamaan suatu peristiwa yang terjadi dibelahan bumi, ini, maka di belahan bumi lainnya berita ini telah diketahui , bahkan telah bisa dilihat di gambar dan fotonya secara langsung. Hal ini menyebabkan dunia saat sekarang ini tanpa batas. kong sudah hidup tanpa sekat-sekat , dan sudah seolah-olah menyatu. Inilah dunia kita sekarang ini, tidak dapat di hindarkan terjadinya kompetisi dan persaingan budaya antara suatu kelompok masyarakat yang terkadang di menangkan oleh suatu budaya tertentu. , atau terbentuk budaya baru yang dijadikan sebagai budaya bersama. Maka dari itu, perlu ada pendidikan kepribadian yang mantap bagi anak- anak Muslim Indonesiayang memunculkan kepribadian masing-masing yang merekaa itu tidak larut dan meleburkan diri terhadap budaya negatif yang ditimbulkan oleh globalisasi.
Dalam hal ini globalisasi membawa dampak positif dan negatif , maka selayaknya kita bersikap mengambil yang positif dan menjauhi yang negatif.  Dengan cara menjauhi yang negatif yaitu penerapan nilai-nilai ke dalam kepribadian peserta didik. Nilai-nilai itu berasal  dari nilai-niali agama dan budaya. Sikap kita yaitu mengambil mana yang positif dan bermanfaat , menjauhi yang negatif yang merusak akhlak.  Bagaimana sikap pendidikan yang diambil oleh pendidikan Islam ?pendidikan islam harus bisa merancang dengan menyelenggarakan program pendidikan nilai kepada peserta didik nya sehingga mereka mempunyai sikap dan pandangan hidup yang jelas dalam menghadapi globalisasi , sehingga tidak larut dan terbawa arus globalisasi. [17]






              



[1]Umiarso dan Nur Zazin,  Pesantren di Tengah Arus Mutu Pendidikan ( Semarang : Rasail Media Group, 2011)
[2] Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group , 2013 ) , hlm. 3
[3] Slamet Untung, menelusuri metode pendidikan ala Rasulullah , ( Semarang : Pustaka Rizki Putra , 2007 ), hlm. 3- 5
[4]Umiarso dan Nur Zazin,  Pesantren di Tengah Arus Mutu Pendidikan ( Semarang : Rasail Media Group, 2011 ), hlm. 9-10

[5] Yasmadi , Modernisasi Pesantern , ( Jakarta : Ciputat Press, 2002 ),  hlm. 141-142
[6]  Abudidin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012 ), hlm.2
[7] Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013 ) , hlm. 195-196

[8] Ahmad Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, ( Malang : UIN-Malang  Press, 2008 ), hlm.257-274  
[9] Ahmad Fatah Yasin, Pengembangan Sumber Daya Manusia di Lembaga Pendidikan Islam, ( Malang: UIN-Maliki Press, 2011 ), hlm. 6-8
[10] Wina Sanjaya, pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi , ( Jakarta : Kencana, 2005  ) hlm. 5 
[11]  Ahmad Fatah Yasin, Pengembangan Sumber Daya Manusia di Lembaga Pendidikan Islam,               ( Malang: UIN-Maliki Press, 2011 ), hlm. 32 - 33

[12] Tandziduhu Ndraha, Manegement Perguruan Tinggi, ( Jakarta : Bina Aksara, 1998 ) , hlm. 43
[13] Abudidin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012 ), hlm. 7 - 10
[14] Abudidin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012 ), hlm. 10- 13

[15] Abudidin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012 ), hlm. 13- 17

[16] Ismail,dkk. Paradigma Pendidikan Islam, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001 ) hlm. 279-284
[17] Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam Dalam Lintasan Sejarah, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013 ) , hlm.  236- 237 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar